Biarkan senin berkesan
Senin selalu
menjadi hari yang dihindari oleh kebanyakan orang. Dihindari sekeras apapun,
hari itu pasti akan datang. Kebencian seakan datang ketika harus berhadapan
dengan hari pertama orang-orang kembali memulai aktivitas. Biasanya, terjadi
beberapa kejadian seperti kemacetan yang menjadikan alasan keterlambatan
kehadiran seseorang ataupun hal-hal bodoh yang terjadi di luar bawah sadar.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 04.55 WIB. Sesekali aku lupa memasang alarm pada telepon
genggam maupun jam bekerku. Untungnya tak menjadi alasan aku terlambat bangun
juga, sih. Aku pun bergegas menuju ke kamar mandi untuk sekadar mencuci muka
dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan kewajiban sebagai muslim pada waktu shubuh
ini. Seselesainya aku melaksanakan sholat, aku dihantui dua pertanyaan dalam
pikiranku; mandi dulu atau membersihkan rumah karena pada dasarnya “kebersihan adalah sebagian dari iman.” Begitu
peraturan yang ada.
Menyapu dan
mengepel lantai rumah merupakan tugasku sebelum aku bergegas rapi berangkat ke
kampus. Salah satu kegiatan olahraga sehat tanpa perlu mengeluarkan biaya. Ya,
aku cukup berkeringat setiap pagi hanya karena melakukan aktivitas tersebut.
Tetapi, terkadang aku menganggap hal ini sebuah beban terutama di hari pertama
maupun kedua setiap minggunya. Kebiasaanku menahan kantuk malam hari hingga
tidur larut malam membuat energy ku pada pagi hari sangat melemah, tidur bukan
lagi mengisi daya melainkan mengurangi daya.
Tak jarang aku
membiarkan telepon genggamku masih dalam keadaan aktif menjelang tidur, saat
terbangun aku selalu memaksakan diri untuk duduk dan berdiri hingga menjadi
kebiasaan tanpa membiarkan berbaring sejenak dalam beberapa menit sebelum
bangun. Faktor lain, aku selalu memikirkan hal-hal yang tidak sepantasnya aku
pikirkan. Sering kali aku diganggu pemikiran-pemikiran dalam diri karena
menakuti sesuatu yang belum terjadi. Terutama minggu malam, waktu bersama
keluarga merupakan waktu yang berkesan bagi aku sekeluarga.
Baik, namaku
Rahma. Lengkapnya Siti Rahma Pratiwi. Lebih baik telat daripada tidak sama
sekali. Mohon maaf ya baru memperkenalkan di paragraph ini. Oke aku akan
melanjutkan tulisan ini.
Hari libur,
yaitu minggu adalah harinya aku bermain, mengunjungi nenek serta kakek. Aku
sekeluarga senang menghabiskan waktu disana sampai tak terasa waktu menjelang
malam. Malam menjelang senin selalu saja mensuggest aku untuk bergegas tidur
lebih cepat karena besok harus siap lebih awal dari hari-hari biasanya.
Walau sugestiku
cukup tinggi untuk hal itu, pikiran lain tak kalah tinggi mensugest diriku.
Untuk tetap berjaga yang sebenarnya hanya menyita waktu istirahat dan waktu
tidurku, seperti halnya membalas pesan-pesan dalam telepon genggam, bermain
games, membaca artikel-artikel maupun berita yang muncul bergantian di timeline
twitter. -“Membaca akan lebih bermanfaat
ketika tepat pada waktunya.”
Aku pun terlelap
dengan sendirinya malam itu, mimpi adalah bunga tidur bagi semua orang yang
merasakannya termasuk aku. Malam itu aku memimpikan sahabat kecilku ada dalam
mimpiku, sepertinya ini hanya bentuk kerinduanku padanya karena telah lama tak
bertemu. Seseorang yang pernah ada di masa laluku juga seakan ikut hadir pada
mimpi itu. Benar saja, aku teringat sebelum tidur aku sempat mengulang
masa-masaku dengan mereka. Bayang tentang mereka mengisi mimpiku akibat pikiran
terlalu dalam terhadap mereka.
Senin pagi, aku
merapikan kamar tidur lalu membersihkan rumah orang tuaku. Setelah aku rasa sudah
bersih, aku mempersiapkan diri berkonsentrasi penuh untuk bertemu dosen
terdisiplin yang pernah aku temui. Semua teman-temanku mengibaratkan ‘lonceng
kematian’ ketika harus melewati pukul 07.30 di setiap senin. Ya, memang benar
hampir semua penghuni kelas terlihat tegang tiap kali menunggu kedatangan dosen
kami ini. Sesosok yang membangkitkan semangat dan memaksa kami berpikir keras
setiap paginya.
Pukul 07.15 aku
sudah tiba di lantai 5 gedung E. satu persatu mahasiswa datang menuju kelas,
dengan beragam penampilan maupun ekspresi. Kami selalu saja mempersiapkan diri
untuk tidak datang terlambat, untuk mengolah kata dan menerima tugas setelah
jam kuliah berakhir. Sepertinya itu sudah menjadi rutinitas kami setiap senin.
Tak jarang aku dapat pembahasan dari beberapa teman sedang bertukar pendapat
tentang materi-materi yang diajarkan. Tak jarang pula fokusku bercabang, bukan
lagi fokus pada satu pembahasan melainkan bercabang-cabang.
Kekuranganku
pada daya ingat membuatku ingin sekali untuk tak melupakan suatu apapun. Namun,
semakin ku mengingat dari satu hal ke hal yang lain maka terlupakan hal lainnya.
Aku sedang mengingat agar membawa uang lebih untuk membayar uang arisan lalu
mengingat tugas dari beberapa dosen lain serta mengingat flashdisk yang sudah
berisi file kumpulan tulisan berupa puisi dari beberapa teman sudah terbawa
dalam tas tetapi ternyata aku melupakan bahwa senin adalah hari puasa buatku.
Aku diharuskan
puasa sebagai pengganti hutang puasa di Ramadhan lalu. Setelah kurang lebih dua
jam aku sadar aku tak makan tak minum, saat itu pula aku diberikabar bahwa
dosen kami tidak dapat hadir. Seketika yang ada dalam benakku, ada tugas apa? Aku
berharap segera menyelesaikan itu dengan baik dan tepat waktu. Tak ada jawaban
dari mereka mengenai tugas, aku membiarkan diri bertahan dalam kelas membaca
buku yang terakhir ku beli di Indonesia Book Fair beberapa minggu yang lalu.
Aku lupa kalau
aku tidak menjalankan sahur melainkan
sarapan seperti biasa. Aku telah membiarkan orang lain berteriak betapa
pikunnya aku. Aku menuju kantin menemui teman-temanku yang sedang lahap
menyantap makanan yang mereka bawa dari rumah maupun mereka pesan. Memang tak
memungkinkan di jam kosong seperti itu aku membiarkan perutku juga kosong, lagi
lagi sugesti.
Dibutuhkan
beberapa menit pula aku memesan makanan yang ingin aku makan bersama teman pagi
itu. Hingga aku pun memesan secangkir susu dan satu porsi roti bakar untuk
sekadar menjawab keinginan mulut dan perut pagi itu. Tidak seperti biasanya, di
senin pagi kami sudah dapat duduk-duduk di kantin tanpa membahas materi yang
perlu kita bahas. Bukan masalah percuma datang tetap tepat waktu, namun memang
benar-benar tidak ada yang percuma.
Aku tetap dapat
merasakan kebersamaan untuk berbagi cerita, berbagi pengalaman lebih yang
mungkin tidak semua dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Mengisi waktu
menulis puisi yang sudah aku janjikan dengan teman agar segera kami satukan
untuk layak terbit. Walau aku sering membutuhkan waktu lama untuk sekedar
memikirkan satu hal jawaban atas pertanyaanku sendiri, banyak pula kebaikan
yang dapat aku simpulkan dari berbagai pikiran yang ku habiskan melalui
waktuku.
“Orang bijak mengerjakan sesuatu dengan
segera apa yang orang bodoh lakukan pada akhirnya. Kedua-duanya mengerjakan hal
yang sama; hanya pada waktu yang berbeda.”-Baltasar Gracian. Selain itu, Eva Young mengatakan
“Berpikir terlalu lama untuk
melakukan sesuatu kadang sama artinya tidak melakukan sesuatu.” Jangan
terlalu banyak berpikir untuk melakukan hal yang kau anggap sudah pasti.
Ini, tulisan pertama mengenai karangan khas feature. (masih belajar)