Wednesday 24 February 2021

Surat Terbuka 3.1

Assalamualaikum Papah dan Bunda, apa kabar?
Semoga Allah masih terus titipkan nikmat sehat untuk Papah dan Bunda.
Pah.. Bunda..
Sebelumnya Rahma minta maaf lagi dan lagi hanya melalui tulisan Rahma bisa menyampaikan apa yg menjadi isi hati seorang anak untuk orangtua, karena betul-betul sampai hari ini Rahma belum mampu untuk mengungkapkannya secara lisan.
Semenjak menjadi orangtua.. Rahma semakin paham bahwa Allah hadirkan kita semua di dunia untuk beribadah kepada Allah.

Manusia menurut fitrahnya telah beragama, mengakui dan bersaksi bahwa Allah adalah tuhannya. Maka kalau ada orang yang tidak beragama tauhid, sesungguhnya itu tidak wajar. Biasanya hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan sekitarnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw: Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi (H.R. Muslim).

Fitrah itu ibarat benih yang Allah titipkan kepada Papah dan Bunda untuk dirawat dan ditumbuhkan sesuai kadar-kadar fitrah itu agar kelak menjadi pohon yang baik, yang akarnya menghunjam ke tanah dan batangnya menjulang ke langit, daunnya rimbung menaungi dan buahnya lebat memberikan manfaat bagi semesta.

Maka peran fitrah Papah dan Bunda dalam mendidik, sangat mirip dengan peran seorang petani atau pekebun, yang tidak boleh berlebihan obsesif dan tidak boleh lalai pesimis. Maka setiap fitrah dan juga tiap tahap perkembangan fitrah harus dipahami baik-baik indikatornya agar tanaman yang kita pelihara akan tumbuh menjadi pohon yang baik atau Syajarotutthoyibah.
Maka kelak menjadi Sejarah yang baik bagi keluarga besar serta anak dan keturunannya.

Setiap anak lahir dgn fitrah kepemimpinan. Tidak ada yg lahir kecuali Allah telah menyertakan fitrah itu padanya.

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban."
Setiap tindakan atau perbuatan manusia dalam Islam selalu bersumber dari dalam jiwanya. Manusia bukan makhluk kosong tanpa jiwa atau makhluk seperti hewan yang bisa dilatih sesuai mau pelatihnya.

Hadits Arbain yang pertama dari Imam Nawawi rahimahullah menggambarkan bahwa amal itu dipicu oleh intrinsic motivation, atau motif dari dalam jiwa manusia, yang disebut dengan Niyaah. Niyaah ini tentu bersesuaian dengan Fitrah.
Ibarat pohon, Akhlaq adalah buah, yang harus tumbuh dari Benih yang baik.

Karenanya Abdul Qadir Jailani rahimahullah, mengatakan bahwa di dalam jiwa ada benih yang apabila dirawat, ditumbuhkan maka ia akan menjadi pohon yang baik, sebagaimana diumpamakan di dalam alQuran dengan SyajarotuThoyyibah, yang akarnya menghunjam ke bumi, batangnya menjulang ke langit, buahnya memberi manfaat pada setiap musim. Benih yang baik, bagi pohon yang baik, sehingga berbuah baik, itulah fitrah.

Hidup adalah pilihan, namun bukan pilihan yang merdeka semaunya, namun pilihan yang mempriotaskan suatu kebaikan yang mutlak, sebagai kebahagiaan hakiki dan agar jangan menyesal kelak. Bila mengandalkan aqal maka suatu saat anda akan ragu dan skeptis tanpa kepastian.

Apabila belum sanggup karena situasi dan kondisi maka berusahalah dan berikhtiyarlah sehingga tak berkepanjangan dan merobohkan semua hak fitrah lalu menjadi penyesalan.

Sesungguhnya Robbmu menghendaki kebaikan bagimu, diberikanNya fitrah dalam dirimu dan anak-anakmu agar engkau memenuhi haknya sehingga kau bahagia.
Just follow the fitrah. Ikuti saja fitrah itu.

[ Dan sesungguhnya keburukan itu akibat perbuatan tanganmu sendiri. ]

Tulisan di bawah ini Rahma mengutip dari kajian2 Ustad Harry Santosa:

• Banyak pasangan yang sejak awal menikah memulai dari nol bahkan minus, saling menolong, berkorban dan berjibaku. Lalu kemudian apa yang bisa menjelaskan, ketika akhirnya status ekonomi atau status sosial membaik bahkan berlimpah, atau sebaliknya tak pernah tercapai-capai, kemudian pasangan itu merasa hampa dan semua usaha dan pengorbanan bertahun-tahun itu seolah sia-sia dan akhirnya berpisah. Mengapa?

Lalu kita segera menuduh, bahwa pasangan itu kurang bersyukur pada Allah atau tidak bisa shabar bertahan pada godaan dunia dsbnya. Itu benar, namun tidak tepat, karena akar sesungguhnya adalah salah memahami makna syukur atau makna shabar.

Syukur bukanlah menerima apa yang ada (take it for granted) dan Shabar bukanlah bertahan dengan apa yang ada, namun menggali maksud Allah dibalik semua peristiwa, kesenangan maupun kesulitan, kelimpahan maupun kesempitan.

Ketahuilah bahwa banyak pasangan yang tidak segera menemukan misi keluarganya, tak menyadari pentingnya petajalan pernikahan menuju Allah, gagal mengkristalkan perjuangan bersama untuk menolong ummat atau agama Allah yang membuat cinta mereka makin merekah indah dan muthmainnah, lalu menjadi cinta ilahi yang abadi.

Inilah makna syukur sesungguhnya, menggali maksud Allah dibalik semua karunia baik sukses maupun gagal, yaitu menemukan kebermaknaan dan misi pernikahan.

Di sisi lain, banyak pasangan juga tak tahu bagaimana merencanakan kebahagiaan dalam hakekat kebahagiaan hakiki selaras fitrah dan sesuai maksud kebahagiaan (sa'adah) dalam Kitabullah, sehingga kemudian salah makna dan salah fokus, lalu hanya melulu fokus dan obsesi perbaikan ekonomi dan sosial. Maka kita saksikan, ketika sukses materi dan jabatan, atau gagal sukses materi dan jabatan, maka sama saja, pusaran hampa.

Inilah sesungguhnya hakekat Shabar, yaitu aktif merencanakan dan berjuang (mujahadah) mencapai keseimbangan hidup dan kebahagiaan hakiki selaras fitrah, bukan shabar dalam mengejar kesenangan atau menahan godaan.

Tanpa kejelasan misi pernikahan yang membuat cinta makin merekah indah, dan tanpa kemampuan merancang keseimbangan dan kebahagiaan hakiki, maka sesungguhnya fondasi pernikahan rapuh dan goyah mudah pecah, tinggal menunggu siapa yang lebih dulu berselingkuh atau siapa dulu yang khianat, yang menjadi penyebab robohnya bangunan dan perpisahan atau bisa saja terus bertahan sampai tua padahal sebenarnya jiwanya sudah berpisah sejak lama.

• Semoga kini kau paham, mengapa para suami atau istri yang selalu merasa benar karena egonya, dan selalu menyalahkan orang lain itu maka selamanya tak akan pernah bahagia sampai ia mau bertaubat, kembali kepada fitrahnya. Jika tidak maka ia akan terus berkutat dengan kebodohannya bahkan ignorant (bodoh namun tak tahu dirinya bodoh) walaupun berkali kali ganti pasangan. Itulah mengapa ia akan selalu menderita, karena alih alih sadar dan berusaha kembali kepada fitrahnya, tetapi ia sibuk menyalahkan orang lain bukan menyalahkan dirinya, motifnya adalah egocentric, dirinya pusat semesta.

Pengasuhannya atau pengalaman hidupnya, membawanya menjadi pribadi yang tak selaras fitrah, yaitu selalu mengalami pembelaan dan pembenaran, atau sebaliknya selalu mengalami pelecehan dan penyalahan. Kesalahan terbesar manusia adalah selalu melihat kesalahan pada orang lain, bukan pada dirinya, begitu pesan seorang Bijak.

Jadi, apabila begitu seterusnya, bahkan sampai berceraipun, ia tetap menyalahkan orang lain bukan menyalahkan dirinya. Ketika diminta untuk menjalani peran sesuai fitrahnya, dia menyalahkan pasangannya atau siapapun karena dianggap tak pernah memahami keunikannya atau passionnya atau karakternya atau label label yang melekat dalam dirinya padahal  itu hanya topeng yang melawan fitrahnya.

Namun, bagi ayahbunda yang hari ini mengalami krisis pernikahan atau menginginkan pernikahannya meningkat derajatnya di dunia dan di akhirat, namun mereka tetap sibuk untuk kembali menyadari kekeliruannya dan berani berusaha kembali kepada peran fitrahnya, semoga Allah berikan keberkahan dan kemudahan untuk kembali berbahagia.

Ketahuilah dan camkanlah bahwa ketenangan dan kebahagiaan itu berbanding lurus dengan seberapa kita kembali kepada Allah, Kitabullah dan fitrah kita termasuk fitrah keayahbundaan dan misi hidup selaras fitrah kita. Sambutlah peran atas fitrah itu, bertaqwalah (fokus) maka Allah akan curahkan hikmah dan berkah dari segala penjuru. 

Semoga melalui beberapa hal yg Rahma sampaikan ini.. bisa sedikit membuka hati dan mata Papah Bunda untuk menyimpulkan dan menemukan solusi yg tepat utk hubungan rumah tangga Papah juga Bunda ke depannya.
Kami sbg anak tidak memihak kepada siapa pun, karena sejak awal kami tidak pernah dilibatkan ataupun diberi ruang sebagai personal. Jujur kami sudah cukup lelah.. kami hanya menginginkan adanya kehangatan dan kedamaian jiwa yg tercurah pada sosok Papah serta Bunda. Anak-anak Papah berhak mendapat ketentraman dalam rumah. Papah dan Bunda pun berhak mengisi hari tua dgn lebih banyak kebaikan, keberkahan, amal soleh tanpa menzolimi satu sama lain.

Wassalamualaikum wr wb