Tuesday 25 February 2014

Surabi Durian Keju


Sabtu di sore hari setelah turun hujan, aromanya masih menggoda penghiduanku untuk menyapa alam. Kutengok luar jendela kamarku, terlihat jelas rumput rumah tetangga serta jalan setapak basah dihujani air dari langit. Pohon di ujung jalan menambah kerindangan sore itu. Ingin sekaliku berjalan mengawasi sekeliling daerah rumahku, “pastinya banyak kejadian-kejadian yang mungkin jarang aku temui di tempat lain.” ucapku.
Dengan memakai sweater berwarna merah dan membawa payung lipat sebagai persiapan apabila hujan akan turun lagi setelahnya, akupun berjalan menggunakan sandal jepit hitam yang baru saja aku peroleh dari teman semenjak kepulangannya dari Bali. Ya, aku senang berjalan seorang diri sekadar menikmati kesendirianku mendalami pemikiran maupun menambah pengalamanku mendapatkan hal-hal baru.
Waktu menunjukkan pukul 4 menjelang 5 sore, aku rasa ini belum terlalu sore untukku berjalan sendiri selagi masih di lingkungan rumah. Jalanku pelan melewati sebuah kedai kecil, pangkalan ojek dan beberapa rumah berderet rapi cukup sepi. Namun, ketika aku keluar dari jalan setapak menuju jalan yang lebih luas kiniku menemukan beberapa kendaraan berlalu lalang. Mulai dari sepeda motor, mobil bahkan yang olahraga sore menggunakan sepeda juga ada. Aku rasa ini cukup menarik, jalan licin atau basah tak menjadikan mereka menghentikan mereka beraktivitas.
Udara dingin menyadarkan bahwa hari akan segera gelap, aku masih saja penasaran dengan aktivitas-aktivitas apalagi yang ada di sekitar rumahku. Tak jauh dari arah dimana aku berdiri saat itu, mataku tertuju pada sekerumunan orang yang sedang mengantri di satu kedai menjelaskan bahwa disana menjual ‘Surabi Durian’. Sepertinya itu cukup menggunggah selera disaat setelah hujan, orang-orang memang selau mencari sesuatu yang dapat menghangatkan dan mengenyangkan perut terutama di udara dingin seperti ini.
Aku bukan pecinta buah besar berduri itu, namun aku sedikit tergoda dengan rasa yang diciptakkan olehnya. Walau jika terlalu banyak, aromanya dapat mengganggu penghiduanku maka aku tak terlalu suka makan berlebih. Hanya sekadar ingin mencicipi atau sebagai memuaskan keinginan perutku karena disaat setelah hujan keinginan untuk makan dapat 2 kali lipat dari biasanya.
Aku berbaris mengantri bersama orang-orang yang juga ingin menikmati rasa dari berbagai macam surabi itu. Daftar menu bertuliskan beragam jenis durian yang dikombinasikan oleh doping lain, seperti strawberry, kacang, cokelat, pisang, dan lain-lain. Sebagai pecinta keju, yang menjadi tujuan utamaku adalah mencicipi surabi sore ini dengan rasa kejunya saja. Rasa yang diciptakan oleh buah durian digabung dengan parutan keju pasti akan semakin lebih nikmat di lidah.



Ternyata benar, surabi hangat sudah siap dihidangkan dan aku nikmati. Aromanya pun hangat, manis seakan tak sanggup aku ungkapkan lagi. Memintaku untuk lekas menyantapnya, ditemani segelas susu cokelat hangat menambah kenikmatan soreku itu. “Tak sia-sia aku berjalan cukup jauh dari rumah.” Ungkapku.
Rintikan gerimis turun lagi, mendinginkan situasi lagi, melaparkan isi perutku lagi. Sepertinya aku masih betah disini, tak ingin pulang. Aku mengambil ponsel di saku celanaku dan mengirim pesan ke seorang teman sebagai penawaranku menikmati surabi bersama sekaligus menemaniku mengobrol hingga tak terasa haripun larut malam. Akan terasa lengkap sabtu dinginku itu dengannya, ya sebut saja ia kekasihku.



Thursday 6 February 2014

"Tanpa Batas"



Menunggu itu masalah waktu
Meluangkan atau memanfaatkan
Menunggu itu bermain dengan waktu
Membuang atau menghabiskan
Menunggu itu tak bisa ditabung
Tak bisa ditampung
Tak bisa disambung
Karena menunggu harus berujung
            Tak akan terbayar
            Tak akan terobati
            Tanpa kita nikmati
Sesuai kadar menunggu itu sendiri
Haru, kepuasan bertemu pada satu waktu
Menunggu yang segera berujung
Tanpa batasan para penyinggung
                                     Ra

(( sekadar puisi ))



SAHABAT

Perkiraanku ternyata benar
Firasatku tak juga salah
Perasaanku memang benar
Pradugaku tak pernah salah
Walau tak ada pengakuan
Waktu akan mengakuinya
Tembok pun  dapat mendengar
Angin dapat merasakan
Siapapun dapat menunjukkan
Kebenaran maupun kesalahan
Kebaikan ataupun keburukan
Jangan sungkan
Tetaplah berkhianat
Semua akan menganggap
Kita masih tetap sahabat

 Ra