Friday 15 August 2014

space.


Bayi yang tinggal terpisah dengan ibunya, meski hanya satu malam, diketahui memiliki hubungan yang lebih renggang dibandingkan dengan bayi dan anak yang tinggal bersama ibunya. Hal ini biasanya terjadi pada anak yang orang tuanya hidup terpisah. Hasil ini ditemukan oleh peneliti di University of Virginia setelah menganalisis data dari ribuan anak yang lahir di Amerika pada tahun 1998 sampai 2000  (Merdeka.com)

Membaca prolog artikel tsb, mengingatkan saya pada masa-masa dimana adik perempuan saya yang baru beberapa bulan lahir diharuskan untuk hidup tanpa pengawasan seorang ibu. Waktu itu, umur saya sekitar 6 tahun. Saya merasakan adanya dampak yang begitu besar dengan terjadinya permasalahan dalam kehidupan saya setelah itu, mengapa? Saya hanya dapat menerka-nerka bahwa kami sangat butuh perhatian dan kasih sayang khusus dari orang tua kepada anak yang diberikan pada umumnya. Hingga kini umur saya 20 tahun, saya rasa jarak atau kerenggangan masih akan tetap ada. Apakah ini keinginan saya? Tidak, tidak sama sekali.

Harapan semua orang adalah membina, memperoleh serta menikmati keharmonisan dalam hubungan suatu keluarga. Baik suami dengan istri dan sebaliknya, orangtua dengan anak dan sebaliknya. Sejak kehadiran sosok perempuan atas dasar mencintai papa dan ingin menjadi seorang ibu (apapun kesulitannya) dari keempat anaknya, seakan kami memiliki harapan kembali untuk menjalani kehidupan yang utuh (lagi). Namun, sangat disayangkan harapan itu tidak benar-benar berbuah manis. Berbeda garis.

Awal-awal tahun, kami masih dalam proses adaptasi untuk saling menerima posisi. Andai  kala itu saya memiliki keberanian mengingatkan kepadanya bahwa “kedekatan fisik bagi anak usia dibawah 7 tahun adalah sesuatu yang memang diperlukan. Mereka belum bisa membayangkan sosok orangtua yang tidak ada di dekatnya.” Akan saya ungkapkan agar adik saya diberi kedekatan khusus. Bahkan, terkadang dengan orangtua tanpa sadar terlalu over estimate pada anak, padahal sebenarnya mereka juga masih butuh dimanjakan dan didengarkan maka, kurangnya komunikasi mendalam antara anak dan orangtua, berdampak negatif pada perkembangan emosi anak.

"Keterampilan komunikasi anak menjadi kurang diasah sehingga anak lebih individualis. Mereka juga rentan jadi pemberontak, terutama pada anak yang bawaannya memang keras," (Kompas.com)

Untuk itu, obrolan mendalam antara orangtua dan anak sebenarnya membantu anak mengatur emosinya. Sedangkan anak-anak yang jarang diajak ngobrol dengan orangtuanya cenderung merasa "kosong" dalam jiwanya sehingga mereka akan mencari orang lain untuk mengisi kekosongan tersebut. Wajar, bukan?

Kedekatan secara fisik dengan anak seharusnya menjadi keistimewaan yang patut disyukuri karena orangtua bisa melihat secara langsung perkembangan anak. Dengan menerapkan komunikasi yang efektif, baik keluarga yang terpisah jarak maupun keluarga yang satu atap, bisa mencegah pengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Bersyukurlah kamu yang dapat merasakan berbagai kedekatan dengan keluarga, feel and spread love :)