Sunday 24 November 2013

Sekadar Pengganti




Kehadirannya begitu terasa sangat tiba-tiba
Singkat waktu ini terasa cepat
Terasa amat terburu-buru
Yang lama saja belum sepuluh
Kini kami mulai dari nol lagi
Bukan maksud kami jadikan beban
Sungguh ini benar-benar sebuah kejutan
Kepada kami yang ber-Tuhan
Mengikhlaskan untuk perpisahan
Merelakan untuk pertemuan
Kepergian untuk kepulangan
Kami menyebutnya ini sebuah pergantian

Yang Ku Ibukan



Adakah rindu yang tercipta untukku?

Adakah sesal di hatimu?

Adakah iba dalam dirimu?

Adakah kecil rasa kasihmu?

                                Tentangmu saja ku tak ingat

                                Kehadiranmu tak lagi ku harap

                                Ragamu tak lagi ku butuhkan

                                Doamu tak pernah ku dengar

Andai ku dapat meminta

Andai ku dapat memlih

Kau takkan pernah ku pilih

Ini hanya bercanda...

Wednesday 20 November 2013

#Senintidakselalutidakmenyenangkan



Biarkan senin berkesan
Senin selalu menjadi hari yang dihindari oleh kebanyakan orang. Dihindari sekeras apapun, hari itu pasti akan datang. Kebencian seakan datang ketika harus berhadapan dengan hari pertama orang-orang kembali memulai aktivitas. Biasanya, terjadi beberapa kejadian seperti kemacetan yang menjadikan alasan keterlambatan kehadiran seseorang ataupun hal-hal bodoh yang terjadi di luar bawah sadar.
Waktu sudah menunjukkan pukul 04.55 WIB. Sesekali aku lupa memasang alarm pada telepon genggam maupun jam bekerku. Untungnya tak menjadi alasan aku terlambat bangun juga, sih. Aku pun bergegas menuju ke kamar mandi untuk sekadar mencuci muka dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan kewajiban sebagai muslim pada waktu shubuh ini. Seselesainya aku melaksanakan sholat, aku dihantui dua pertanyaan dalam pikiranku; mandi dulu atau membersihkan rumah karena pada dasarnya “kebersihan adalah sebagian dari iman.” Begitu peraturan yang ada.
Menyapu dan mengepel lantai rumah merupakan tugasku sebelum aku bergegas rapi berangkat ke kampus. Salah satu kegiatan olahraga sehat tanpa perlu mengeluarkan biaya. Ya, aku cukup berkeringat setiap pagi hanya karena melakukan aktivitas tersebut. Tetapi, terkadang aku menganggap hal ini sebuah beban terutama di hari pertama maupun kedua setiap minggunya. Kebiasaanku menahan kantuk malam hari hingga tidur larut malam membuat energy ku pada pagi hari sangat melemah, tidur bukan lagi mengisi daya melainkan mengurangi daya.
Tak jarang aku membiarkan telepon genggamku masih dalam keadaan aktif menjelang tidur, saat terbangun aku selalu memaksakan diri untuk duduk dan berdiri hingga menjadi kebiasaan tanpa membiarkan berbaring sejenak dalam beberapa menit sebelum bangun. Faktor lain, aku selalu memikirkan hal-hal yang tidak sepantasnya aku pikirkan. Sering kali aku diganggu pemikiran-pemikiran dalam diri karena menakuti sesuatu yang belum terjadi. Terutama minggu malam, waktu bersama keluarga merupakan waktu yang berkesan bagi aku sekeluarga.
Baik, namaku Rahma. Lengkapnya Siti Rahma Pratiwi. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Mohon maaf ya baru memperkenalkan di paragraph ini. Oke aku akan melanjutkan tulisan ini.
Hari libur, yaitu minggu adalah harinya aku bermain, mengunjungi nenek serta kakek. Aku sekeluarga senang menghabiskan waktu disana sampai tak terasa waktu menjelang malam. Malam menjelang senin selalu saja mensuggest aku untuk bergegas tidur lebih cepat karena besok harus siap lebih awal dari hari-hari biasanya.
Walau sugestiku cukup tinggi untuk hal itu, pikiran lain tak kalah tinggi mensugest diriku. Untuk tetap berjaga yang sebenarnya hanya menyita waktu istirahat dan waktu tidurku, seperti halnya membalas pesan-pesan dalam telepon genggam, bermain games, membaca artikel-artikel maupun berita yang muncul bergantian di timeline twitter. -“Membaca akan lebih bermanfaat ketika tepat pada waktunya.”
Aku pun terlelap dengan sendirinya malam itu, mimpi adalah bunga tidur bagi semua orang yang merasakannya termasuk aku. Malam itu aku memimpikan sahabat kecilku ada dalam mimpiku, sepertinya ini hanya bentuk kerinduanku padanya karena telah lama tak bertemu. Seseorang yang pernah ada di masa laluku juga seakan ikut hadir pada mimpi itu. Benar saja, aku teringat sebelum tidur aku sempat mengulang masa-masaku dengan mereka. Bayang tentang mereka mengisi mimpiku akibat pikiran terlalu dalam terhadap mereka.
Senin pagi, aku merapikan kamar tidur lalu membersihkan rumah orang tuaku. Setelah aku rasa sudah bersih, aku mempersiapkan diri berkonsentrasi penuh untuk bertemu dosen terdisiplin yang pernah aku temui. Semua teman-temanku mengibaratkan ‘lonceng kematian’ ketika harus melewati pukul 07.30 di setiap senin. Ya, memang benar hampir semua penghuni kelas terlihat tegang tiap kali menunggu kedatangan dosen kami ini. Sesosok yang membangkitkan semangat dan memaksa kami berpikir keras setiap paginya.
Pukul 07.15 aku sudah tiba di lantai 5 gedung E. satu persatu mahasiswa datang menuju kelas, dengan beragam penampilan maupun ekspresi. Kami selalu saja mempersiapkan diri untuk tidak datang terlambat, untuk mengolah kata dan menerima tugas setelah jam kuliah berakhir. Sepertinya itu sudah menjadi rutinitas kami setiap senin. Tak jarang aku dapat pembahasan dari beberapa teman sedang bertukar pendapat tentang materi-materi yang diajarkan. Tak jarang pula fokusku bercabang, bukan lagi fokus pada satu pembahasan melainkan bercabang-cabang.
Kekuranganku pada daya ingat membuatku ingin sekali untuk tak melupakan suatu apapun. Namun, semakin ku mengingat dari satu hal ke hal yang lain maka terlupakan hal lainnya. Aku sedang mengingat agar membawa uang lebih untuk membayar uang arisan lalu mengingat tugas dari beberapa dosen lain serta mengingat flashdisk yang sudah berisi file kumpulan tulisan berupa puisi dari beberapa teman sudah terbawa dalam tas tetapi ternyata aku melupakan bahwa senin adalah hari puasa buatku.
Aku diharuskan puasa sebagai pengganti hutang puasa di Ramadhan lalu. Setelah kurang lebih dua jam aku sadar aku tak makan tak minum, saat itu pula aku diberikabar bahwa dosen kami tidak dapat hadir. Seketika yang ada dalam benakku, ada tugas apa? Aku berharap segera menyelesaikan itu dengan baik dan tepat waktu. Tak ada jawaban dari mereka mengenai tugas, aku membiarkan diri bertahan dalam kelas membaca buku yang terakhir ku beli di Indonesia Book Fair beberapa minggu yang lalu.
Aku lupa kalau aku tidak menjalankan sahur  melainkan sarapan seperti biasa. Aku telah membiarkan orang lain berteriak betapa pikunnya aku. Aku menuju kantin menemui teman-temanku yang sedang lahap menyantap makanan yang mereka bawa dari rumah maupun mereka pesan. Memang tak memungkinkan di jam kosong seperti itu aku membiarkan perutku juga kosong, lagi lagi sugesti.
Dibutuhkan beberapa menit pula aku memesan makanan yang ingin aku makan bersama teman pagi itu. Hingga aku pun memesan secangkir susu dan satu porsi roti bakar untuk sekadar menjawab keinginan mulut dan perut pagi itu. Tidak seperti biasanya, di senin pagi kami sudah dapat duduk-duduk di kantin tanpa membahas materi yang perlu kita bahas. Bukan masalah percuma datang tetap tepat waktu, namun memang benar-benar tidak ada yang percuma.
Aku tetap dapat merasakan kebersamaan untuk berbagi cerita, berbagi pengalaman lebih yang mungkin tidak semua dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Mengisi waktu menulis puisi yang sudah aku janjikan dengan teman agar segera kami satukan untuk layak terbit. Walau aku sering membutuhkan waktu lama untuk sekedar memikirkan satu hal jawaban atas pertanyaanku sendiri, banyak pula kebaikan yang dapat aku simpulkan dari berbagai pikiran yang ku habiskan melalui waktuku.
Orang bijak mengerjakan sesuatu dengan segera apa yang orang bodoh lakukan pada akhirnya. Kedua-duanya mengerjakan hal yang sama; hanya pada waktu yang berbeda.”-Baltasar Gracian. Selain itu, Eva Young mengatakan “Berpikir terlalu lama untuk melakukan sesuatu kadang sama artinya tidak melakukan sesuatu.” Jangan terlalu banyak berpikir untuk melakukan hal yang kau anggap sudah pasti.

Ini, tulisan pertama mengenai karangan khas feature. (masih belajar)