Hai readers, akhir bulan september kemarin ada sebuah event menarik buat para pencinta seni khususnya lukis, loh. Acara yang diselenggarakan oleh kelompok PENITI ini berlangsung selama sembilan hari, yang dimulai sejak Jumat, 19 September dan berakhir pada Minggu, 28 September 2014. Pengunjung tidak tampak ramai bila di hari kerja, melainkan di weekend para pengunjung datang untuk menikmati hasil karya dari keempat pelukis yaitu Ary Okta, Kana, Laila Tifah dan juga Nasya Patrini Rusdi.
Tepat di Gedung Cipta
II yang terletak di dalam Taman Ismail Marzuki inilah pameran “Dapurku Dapurmu”
diadakan. Tema Dapurku Dapurmu yang diusung oleh keempat perupa ini memiliki
makna yang lebih mendalam dan luas, dan tidak hanya sekadar aktifitas memasak,
begitu kesan dari Ka. BP.PKJ TIM Bapak Drs. Bambang Subekti .MM. Selain itu, ia
juga mengucapkan harapannya “Pameran mereka ini, mudah-mudahan memberikan
dorongan dan inspirasi bagi seniman lain untuk aktivitas yang serupa. Salam Budaya.”
Menurut pengamat seni,
Fajar Sidiq, kelompok PENITI yang merupakan sekumpulan ibu-ibu, istri yang
memiliki peran ganda sebagai teman dan partner bagi sang suami mengasuh
anak-anak mereka, juga di kehidupan kreatifnya posisi mereka adalah perupa perempuan
Indonesia, posisi yang sulit untuk bisa berbagi waktu dengan keluarga tak urung
membuat mereka mampu mempertemukan, meracik ide-ide, pemikiran, konsep menjadi
bahasa ekspresi dari keinginan melanjutkan proses kreatif di studio lukisnya
masing-masing maka kemudian mereka memberikan sumbangan pemikiran melalui karya
seni yang dihasilkan. “Semoga publik seni mendapat suguhan beragam citra karya
seni rupa dengan mengusung semangat Indonesia dari karya seni yang diciptakan.
Selamat berpameran kartini-kartini masa depan”, begitu yang diungkapkan oleh
tokoh pengamat seni.
Melalui pameran ini,
keempat perupa menjelaskan definisi berbeda yang mereka ungkapkan dari bahasa
seni. Bagi Ary Okta, dapur adalah representasi bahasa cinta. Sedangkan menurut
Kana, dapur adalah kantor seorang Ibu, serta menurut Laila Tifah, dapur adalah
kekuasaan. Lain lagi dengan Nasya yang mengungkapkan dapur tidak secara
harafiah melainkan memvisualkan hasil, tujuan, pembelajaran dan penyadaran
dapur, sumber dapur. “Studio adalah sebagai dapur untuk mengolah konsep sampai
matang, dan menghasilkan karya yang dapat dinikmati oleh masyarakat.” Begitu
yang diungkap perupa kelahiran Pontianak, 35 tahun silam.
"Diam hanya pantas untuk seorang pendengar dan pemikir yang menjual idenya melalui karya, bukan bagi mereka yang ingin bebas berekspresi melalui suara."
No comments:
Post a Comment