Ini essay yang gue tulis untuk mengikuti kompetisi esai di UIN Jakarta dengan tema "Ini Indonesiaku"
Kenal bahasa atau istilah Alay?
Alay merupakan akronim dari Anak Layangan yang memiliki beberapa penafsiran
sendiri. Diantaranya ada yang mengartikan bahwa karena Layangan atau permainan
layang-layang merupakan jenis permainan yang sekarang tidak lagi populer
dibandingkan social media, akhirnya membuat Anak Layangan memiliki
penafsiran sebagai anak yang kuno atau norak. Disadari atau tidak, peran social
media sebagai media komunikasi diantara para remaja juga berpengaruh dalam
bagaimana mereka berbahasa, bagaimana mereka menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
Dalam
setahun terakhir kata-kata yang dipakai oleh sebagian anak-anak Indonesia
seolah berubah drastis dari sebelumnya. Ada yang menyebut bahwa mereka memakai
bahasa alay (anak layangan) atau apalah yang pasti bahasa mereka sekarang telah
menyimpang jauh dari Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam beberapa
pendapat yang lain juga menyebutkan bahwa Alay merupakan akronim dari Anak
Lebay (Berlebihan).
Salah satu
faktornya, Perkembangan internet kini sudah begitu pesat. Salah satu bagian
atau produk dari internet itu adalah social media. Diawali tingkat
keeksistensian website seperti Friendster di awal tahun 2000-an kemudian
diikuti Facebook di tahun 2004 dan yang terakhir adalah Twiter merupakan contoh
dari beberapa social media yang sekarang sedang marak-maraknya digunakan
oleh para remaja.
Dengan
kehadiran social media twitter yang membatasi jumlah kata yang bisa
mereka pakai untuk berkomunikasi. Akhirnya sebagai solusi untuk mengatasi ini
semua para remaja memilih untuk memakai berbagai macam singkatan dalam
percakapan mereka, tidak jarang singkatan-singkatan yang dipakai merupakan
singkatan yang tidak lazim, dan hanya mereka dan sebagian orang saja yang
mengerti dengan singkatan tersebut.
Karakteristik
dari bahasa alay ini adalah dengan menggunakan variasi huruf besar dan kecil
dalam satu kata, terdapat pula sisipan angka atau symbol dalam kata tersebut.
Seperti contoh: “H4i”, “k4Mu” dan sebagainya. Yang paling baru adalah
penggunaan kata-kata “ciyus” untuk menggantikan serius, “miapah” untuk “demi
apa”, dan “enelan” untuk menggantikan “beneran?”. Bahkan sampai ada kamus
khusus untuk kata-kata tersebut.
Peran social
media disinilah sangat besar, apalagi sebagai media penyebaran kata-kata
tersebut. Di twitter sendiri ada yang dinamakan trending topic, yaitu
kata-kata yang paling banyak dipergunakan oleh para pengguna twitter. Indonesia
sebagai salah satu pengguna terbesar twitter, maka jangan aneh jika terkadang
isi dari trending topic tersebut merupakan dari Indonesia. Jika
kata-kata alay ini menjadi trending topic di twitter maka bisa
dipastikan, dia akan menyebar begitu cepat di dunia social media.
Tidak menutup
kemungkinan, di negara-negara lain memiliki keunikan tidak jauh berbeda dengan
apa yang remaja Indonesia trendkan seperti ini. Namun tetap saja hanya
Indonesia yang memiliki ciri khusus. Hanya anak-anak Indonesia yang memiliki
kamus berbahasa khusus keseharian mereka. Bagi mereka yang mendukung adanya
bahasa-bahasa seperti ini, akan menganggap bahwa hal itu tidaklah terlalu
penting dan mengancam bahasa Indonesia itu sendiri, karena menurut mereka
bahasa semacam ini bersifat sementara,
hanya selama periode tertentu dipergunakan, bila sudah selesai masanya maka
akan muncul bahasa baru lagi dan bahasa yang lama akan mulai tergantikan.
Mereka yang setuju beranggapan bahwa bahasa-bahasa seperti ini tidak bisa
dihilangkan begitu saja karena mereka menganggap bahwa ini termasuk kedalam
kreatifitas remaja.
No comments:
Post a Comment